MENUJU PENANGKAPAN
IKAN SECARA BERTANGGUNGJAWAB.
Negara-negara yang tergabung dalam Regional Plan of
Action ( RPOA ) membahas upaya mengoptimalkan praktek penangkapan ikan secara
bertanggungjawab yang dipusatkan di Hotel Ritzy, Manado (12/08) yang merupakan
rangkaian kegiatan Sail Bunaken di Manado – Bitung.
Kegiatan
workshop yang diprakarsai Departemen Kelautan dan Perikanan selama 2 hari (12/8
– 13/8), dengan tujuan membahas kebutuhan capacity building di kawasan RPOA
yang terdiri dari 11 negara di Asean dan Australia terutama yang memiliki
wilayah laut di Laut Sulawesi, laut Arafura – Timor. Tujuan lain yaitu, dalam
menyusun program mendukung capacity building, menyusun kurikulum program
training monitoring, control and survailance (MCS). Secara garis besarnya
konsepRegional Plan of Action (RPOA)dimana tercipta pemahaman untuk
meningkatkan dan memperkuat pengelolaan perikanan guna kelestarian suberdaya
perikanan dan lingkungan laut. Jelas Dr. Ir. Aji Sularso MMA, Dirjen P2SDKP.
Kerangka
kerja RPOA juga selaras dengan seluruh perjanjian internasional, kesepakatan
bersama dan pengaturan serta rencana-rencana lainnya yang relevan trhadap
manajemen berkelanjutan sumberdaya hayati secara regional. Dalam hal ini RPOA
disusun berdasarkan rencana aksi intrnasional – FOA tentang konservsim, upaya
pengaturan penangkapan ikan, mengurangi penagkapan by –Catch, serta berdasarkan
model FAO tentang ketentuan untuk pengaturan kepelabuhanan.
Namun
demikian menurut Aji, RPOA bersifat sukarela atau tidak wajib, namun mengikat
secara moral dan politis karena didasarkan atas kesadaran dari 11 negara yang
tergabung dalamnya. Pentingnya kerjasama regional yang dibangun melalui sebua
kesepakatan bersama dalam hal mewujudkan praktek pengkapan ikan yang
bertanggungjawab, termasuk didalamya memerangi IUU Fishing ( Ilegal, Unreported
and Unregulated Fishing ).
Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committee on Fisheries (COFI) ke-28 FAO
di Roma pada tanggal 31 Oktober 1995, yang tercantum dalam resolusi Nomor:
4/1995 yang secara resmi mengadopsi dokumen Code of Conduct for Responsible Fisheries. Resolusi yang sama juga meminta pada FAO berkolaborasi dengan anggota dan
organisasi yang relevan untuk menyusun technical
guidelines yang mendukung pelaksanaan dari Code of Conduct for Responsible Fisheries tersebut.
Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola
perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya
perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi,
pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan
pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati. Tatalaksana ini mengakui arti
penting aspek gizi, ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang menyangkut
kegiatan perikanan dan terkait dengan semua pihak yang berkepertingan yang
peduli terhadap sektor perikanan. Tatalaksana ini memperhatikan karakteristik
biologi sumberdaya perikanan yang terkait dengan lingkungan/habitatnya serta
menjaga terwujudnya secara adil dan berkelanjutan kepentingan para konsumen
maupun pengguna hasil pengusahaan perikanan lainnya.
Pelaksanaan konvensi ini bersifat sukarela. Namun beberapa bagian dari pola
perilaku tersebut disusun dengan merujuk pada UNCLOS 1982. Standar pola
perilaku tersebut juga memuat beberapa ketentuan yang mungkin atau bahkan sudah
memberikan efek mengikat berdasarkan instrumen hukum lainnya di antara peserta,
seperti pada "Agreement to Promote
Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing
Vessels on the High Seas (Compliance Agreement 1993J'. Oleh sebab
itu negara-negara dan semua yang terlibat dalam pengusahaan perikanan didorong
untuk memberlakukan Tatalaksana ini dan mulai menerapkannya.
Latar
belakang Code of Conduct for Responsible
Fisheries (CCRF),
1.
Keprihatinan
para pakar perikanan dunia terhadap semakin tidak terkendali, mengancam
sumberdaya ikan.
2.
Issue
Lingkungan
3.
Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU)
Fishing.
4.
Ikan sebagai
sumber pangan bagi penduduk dunia.
5.
Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat.
6.
Pengelolaan Sumberdaya ikan dan lingkungannya yang
tidak mencakup konservasi.
7.
Didukung oleh berbagai konferensi Internasional
mengenai perikanan berusaha untuk mewujudkan Keprihatinan tersebut.
Tujuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1.
Menetapkan azas
sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan international), bagi penangkapan ikan
dan kegiatan perikanan yang bertanggung jawab.
2.
Menetapkan azas
dan kriteria kebijakan,
3.
Bersifat sebagai rujukan (himbauan),
4.
Menjadiakan
tuntunan dalam setiap menghadapi permasalahan,
5.
Memberi
kemudahan dalam kerjasama teknis dan pembiayaan,
6.
Meningkatkan kontribusi pangan,
7.
Meningkatkan
upaya perlindungan sumberdaya ikan,
8.
Menggalakan
bisnis Perikanan sesuai dengan hukum
9.
Memajukan penelitian.
Enam (6) Topik yang diatur dalam Tatalaksana ini adalah.
1.
Pengelolaan
Perikanan;
2.
Operasi
Penangkapan;
3.
Pengembangan Akuakultur;
4.
Integrasi Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir;
5.
Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan
6.
Penelitian Perikanan.
Prinsip-prinsip Umum Code of Conduct for Responsible
Fisheries (CCRF)
1.
Pelaksanaan hak untuk menangkap
ikan bersamaan dengan kewajiban untuk melaksanakan hak tersebut secara
berkelanjutan dan lestari agar dapat menjamin keberhasilan upaya konservasi dan
pengelolaannya;
2.
Pengelolaan sumber-sumber
perikanan harus menggalakkan upaya untuk mempertahankan kualitas, keanekaragaman
hayati, dan ketersediaan sumber-sumber perikanan dalam jumlah yang mencukupi
untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang;
3.
Pengembangan armada perikanan
harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya sesuai dengan kemampuan reproduksi
demi keberlanjutan pemanfaatannya;
4.
Perumusan kebijakan dalam
pengelolaan perikanan harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terbaik,
dengan memperhatikan pengetahuan tradisional tentang pengelolaan sumber-sumber
perikanan serta habitatnya;
5.
Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan, setiap negara dan organisasi perikanan
regional harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) seluas-luasnya;
6.
Alat-alat penangkapan harus
dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif dan aman terhadap
kelestarian lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman jenis
dan populasinya;
7.
Cara penangkapan ikan, penanganan, pemrosesan, dan pendistribusiannya harus
dilakukan sedemikian rupa agar dapat mempertahankan nilai kandungan nutrisinya;
8.
Habitat sumber-sumber perikanan yang kritis sedapat mungkin harus
dilindungi dan direhabilitasi;
9.
Setiap negara harus mengintegrasikan pengelolaan sumber-sumber
perikanannya kedalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir;
10. Setiap negara harus mentaati dan melaksanakan
mekanisme Monitoring,
Controlling and Surveillance (MCS) yang diarahkan pada penataan dan penegakan hukum di bidang konservasi
sumber-sumber perikanan;
11. Negara bendera harus mampu melaksanakan
pengendalian secara efektif terhadap kapal-kapal perikanan yang mengibarkan
benderanya guna menjamin pelaksanaan tata laksana ini secara efektif;
12. Setiap negara harus bekerjasama melalui organisasi regional untuk
mengembangkan cara penangkapan ikan secara bertanggungjawab, baik di dalam
maupun di luar wilayah yurisdiksinya;
13. Setiap negara harus mengembangkan mekanisme pengambilan keputusan secara
transparan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap
pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan di bidang perikanan;
14. Perdagangan perikanan harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip,
hak, dan kewajiban sebagaimana diatur dalam persetujuan World Trade Organization (WT-0);
15. Apabila terjadi sengketa, setiap negara harus bekerjasama secara damai
untuk mencapai penyelesaian sementara sesuai dengan persetujuan internasional
yang relevan;
16. Setiap negara harus mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
konservasi melalui pendidikan dan latihan, serta melibatkan mereka di dalam
proses pengambilan keputusan;
17. Setiap negara harus menjamin bahwa segala fasilitas dan peralatan perikanan
serta lingkungan kerjanya memenuhi standar keselamatan internasional;
18. Setiap negara harus memberikan perlindungan terhadap lahan kehidupan
nelayan kecil dengan mengingat kontribusinya yang besar terhadap penyediaan kesempatan kerja, sumber penghasilan, dan
keamanan pangan;
19. Setiap negara harus mempertimbangkan pengembangan
budidaya perikanan untuk menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan
makanan.
Sasaran-Sasaran Penting Implementasi Code of Conduct
for Responsible Fisheries (CCRF) di Indonesia
1.
Fisheries management (pengelolaan
perikanan)
a.
Memperhatikan prinsip
kehati-hatian (precautionary approach) dalam merencanakan pemanfaatan
sumberdaya ikan.
b.
Menetapkan kerangka hukum –
kebijakan.
c.
Menghindari Ghost
Fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang terbuang /
terlantar.
d.
Mengembangkan
kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan Negara.
e.
Memperhatikan kelestarian lingkungan.
2.
Fishing operations (Operasi
Penangkapan).
a.
Penanganan over fishing atau penangkapan ikan
berlebih.
b.
Pengaturan sistem perijinan penangkapan.
c.
Membangun sistem Monitoring
Controlling Surveillance (MCS).
3.
Aquaculture development (Pembangunan
Akuakultur)
a.
Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya
.
b.
Melindungi ekosistem akuatik.
c.
Menjamin keamanan produk budidaya.
4.
Integration of fisheries into
coastal area management (Integrasi Perikanan ke dalam pengelolaan kawasan
pesisir)
a.
Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya
ikan di kawasan pesisir beserta tingkat pemanfaatannya.
5.
Post-harvest practices and trade
(Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan).
a. Bekerjasama
untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga sertifikasi.
b. Mengembangkan produk value added atau
produk yang bernilai tambah.
c. Mengembangkan
perdagangan produk perikanan.
d. Memperhatikan
dampak lingkungan kegiatan pasca panen.
6. Fisheries
research (Penelitian Perikanan)
a. Pengembangan
penelitian.
b. Pengembangan pusat data hasil penelitian.
c. Aliansi
kelembagaan internasional.
Kewajiban
Mengikuti Code of Conduct for Responsible
Fisheries (CCRF)
1.
Semua Negara yang memanfaatkan sumberdya ikan dan
lingkungannya.
2.
Semua Pelaku
Perikanan (baik penangkap dan prosesing).
3.
Pelabuhan-Pelabuhan
Perikanan (kontruksi, pelayanan, inspeksi, dan pelaporan);
4.
Industri disamping harus menggunakan alat
tangkap yang sesuai.
5.
Peneliti untuk pengembangan alat tangkap yang
selektiv.
6.
Observer
program (pendataan diatas kapal).
7.
Perikanan
rakyat, perlu mengantisipasi dampak terhadap lingkungan dan penggunaan energi
yang efisien.
Kewajiban Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) Yang
Harus Dipenuhi Oleh :
1.
NEGARA
a.
Mengambil langkah precautionary (hati-hati)
dalam rangka melindungi atau membatasi penangkapan ikan sesuai dengan daya
dukung sumber.
b.
Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring,
control, surveillance dan law enforcement .
c.
Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang
dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari.
2.
PENGUSAHA
a.
Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi,
ikut dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan
perikanan (misalnya FKPPS).
b.
Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan
langkah-langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin pelaksanaan
peraturan.
c.
Membantu
mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi dalam segala hal yang
berkaitan dengan perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas
diatas kapal untuk para peneliti.
3.
NELAYAN
a.
Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara
benar.
b.
Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan
pengelolaan.
c.
Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama
pengelolaan, dan berkoordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan
dan pengembangan perikanan.
JUKNIS PENANGKAPAN IKAN RAMAH LINGKUNGAN
Banyak teknologi yang digunakan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan
termasuk di dalamnya lingkungan perairan. Lingkungan perairan ini menjadi korban
dari ulah kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti pembuangan
limbah rumah tangga maupun industri yang menyebabkan pencemaran. Kegiatan
dibidang perikanan seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak,
racun dan alat-alat tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan juga
merupakan salah satu faktor yang merusak lingkungan perairan. Sumberdaya ikan,
meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih kembali (renewable resources)
namun bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu perlu dikelola secara
bertanggungjawab dan berkelanjutan agar kontribusinya terhadap ketersediaan
nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan. Pengelolaan sumberdaya ikan sangat erat
kaitannya dengan pengelolaan operasi penangkapan ikan dan sasaran penangkapan
ikan yang dilakukan. Usaha-usaha untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari
ancaman kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh berbagai ahli
penangkapan ikan di seluruh dunia. Sebagai contoh, industri penangkapan ikan di
Laut Utara telah melakukan berbagai usaha untuk mengurangi buangan hasil
tangkap sampingan (by catch) lebih dari seratus tahun yang lalu.
Selain hal tersebut di atas, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan
perlu juga dilihat dari penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah
lingkungan yaitu dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah
penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang
bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
Kedepan, trend pengembangan teknologi penangkapan ikan ditekankan pada
teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (enviromental friendly
fishing tecnology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan
secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu
alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu
sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan, kemungkinan hilangnya
alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Faktor lain adalah dampak
terhadap bio-diversity dan target resources yaitu komposisi hasil
tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda.
Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan
dimaksudkan sebagai acuan dalam penggunaan teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari segi metode pengoperasian, bahan dan
kontruksi alat, daerah penangkapan dan ketersediaan sumberdaya ikan dengan
tetap menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan. Sedangkan sasaran
dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah nelayan perikanan dan semua pihak
yang bergerak di bidang perikanan yang tersebar di seluruh perairan Indonesia
agar mentaati/mematuhi peraturan yang berlaku dan dalam mengoperasikan alat
tangkap dengan tetap menjaga lingkungan dan kelestarian sumberdaya Ikan.
Buku petunjuk teknis penangkapan ikan ramah lingkungan ini berisikan
tentang alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan yang sesuai dengan
kriterianya yaitu : 1) Memiliki selektifitas tinggi; 2) Hasil tangkapan
sampingan rendah (by catch); 3) Hasil tangkapan berkualitas tinggi; 4)
Tidak destruktif/merusak habitat/lingkungan; 5) Mempertahankan keanekaragaman
hayati (biodiversity); 6) Tidak menangkap spesies yang
dilindungi/terancam punah; 7) Pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan
nelayan; dan 8) Tidak melakukan penangkapan di daerah terlarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar