Selasa, 24 April 2012

CCRF


MENUJU PENANGKAPAN IKAN SECARA BERTANGGUNGJAWAB.
Negara-negara yang tergabung dalam Regional Plan of Action ( RPOA ) membahas upaya mengoptimalkan praktek penangkapan ikan secara bertanggungjawab yang dipusatkan di Hotel Ritzy, Manado (12/08) yang merupakan rangkaian kegiatan Sail Bunaken di Manado – Bitung.
Kegiatan workshop yang diprakarsai Departemen Kelautan dan Perikanan selama 2 hari (12/8 – 13/8), dengan tujuan membahas kebutuhan capacity building di kawasan RPOA yang terdiri dari 11 negara di Asean dan Australia terutama yang memiliki wilayah laut di Laut Sulawesi, laut Arafura – Timor. Tujuan lain yaitu, dalam menyusun program mendukung capacity building, menyusun kurikulum program training monitoring, control and survailance (MCS). Secara garis besarnya konsepRegional Plan of Action (RPOA)dimana tercipta pemahaman untuk meningkatkan dan memperkuat pengelolaan perikanan guna kelestarian suberdaya perikanan dan lingkungan laut. Jelas Dr. Ir. Aji Sularso MMA, Dirjen P2SDKP.
Kerangka kerja RPOA juga selaras dengan seluruh perjanjian internasional, kesepakatan bersama dan pengaturan serta rencana-rencana lainnya yang relevan trhadap manajemen berkelanjutan sumberdaya hayati secara regional. Dalam hal ini RPOA disusun berdasarkan rencana aksi intrnasional – FOA tentang konservsim, upaya pengaturan penangkapan ikan, mengurangi penagkapan by –Catch, serta berdasarkan model FAO tentang ketentuan untuk pengaturan kepelabuhanan.
Namun demikian menurut Aji, RPOA bersifat sukarela atau tidak wajib, namun mengikat secara moral dan politis karena didasarkan atas kesadaran dari 11 negara yang tergabung dalamnya. Pentingnya kerjasama regional yang dibangun melalui sebua kesepakatan bersama dalam hal mewujudkan praktek pengkapan ikan yang bertanggungjawab, termasuk didalamya memerangi IUU Fishing ( Ilegal, Unreported and Unregulated Fishing ).



Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committee on Fisheries (COFI) ke-28 FAO di Roma pada tanggal 31 Oktober 1995, yang tercantum dalam resolusi Nomor: 4/1995 yang secara resmi mengadopsi dokumen Code of Conduct for Responsible Fisheries. Resolusi yang sama juga meminta pada FAO berkolaborasi dengan anggota dan organisasi yang relevan untuk menyusun technical guidelines yang mendukung pelaksanaan dari Code of Conduct for Responsible Fisheries tersebut.
Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati. Tatalaksana ini mengakui arti penting aspek gizi, ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang menyangkut kegiatan perikanan dan terkait dengan semua pihak yang berkepertingan yang peduli terhadap sektor perikanan. Tatalaksana ini memperhatikan karakteristik biologi sumberdaya perikanan yang terkait dengan lingkungan/habitatnya serta menjaga terwujudnya secara adil dan berkelanjutan kepentingan para konsumen maupun pengguna hasil pengusahaan perikanan lainnya.
Pelaksanaan konvensi ini bersifat sukarela. Namun beberapa bagian dari pola perilaku tersebut disusun dengan merujuk pada UNCLOS 1982. Standar pola perilaku tersebut juga memuat beberapa ketentuan yang mungkin atau bahkan sudah memberikan efek mengikat berdasarkan instrumen hukum lainnya di antara peserta, seperti pada "Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas (Compliance Agreement 1993J'. Oleh sebab itu negara-negara dan semua yang terlibat dalam pengusahaan perikanan didorong untuk memberlakukan Tatalaksana ini dan mulai menerapkannya.
Latar belakang Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF),
1.        Keprihatinan para pakar perikanan dunia terhadap semakin tidak terkendali, mengancam sumberdaya ikan.
2.         Issue Lingkungan
3.        Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing.
4.        Ikan sebagai sumber pangan bagi penduduk dunia.
5.        Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat.
6.        Pengelolaan Sumberdaya ikan dan lingkungannya yang tidak mencakup konservasi.
7.        Didukung oleh berbagai konferensi Internasional mengenai perikanan berusaha untuk mewujudkan Keprihatinan tersebut.

Tujuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1.      Menetapkan azas sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan international), bagi penangkapan ikan dan kegiatan perikanan yang bertanggung jawab.
2.      Menetapkan azas dan kriteria kebijakan,
3.      Bersifat sebagai rujukan (himbauan),
4.      Menjadiakan tuntunan dalam setiap menghadapi permasalahan,
5.      Memberi kemudahan dalam kerjasama teknis dan pembiayaan,
6.       Meningkatkan kontribusi pangan,
7.      Meningkatkan upaya perlindungan sumberdaya ikan,
8.      Menggalakan bisnis Perikanan sesuai dengan hukum
9.       Memajukan penelitian.
Enam (6) Topik yang diatur dalam Tatalaksana ini adalah.
1.      Pengelolaan Perikanan;
2.      Operasi Penangkapan;
3.      Pengembangan Akuakultur;
4.      Integrasi Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir;
5.      Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan
6.      Penelitian Perikanan.
Prinsip-prinsip Umum Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1.      Pelaksanaan hak untuk menangkap ikan bersamaan dengan kewajiban untuk melaksanakan hak tersebut secara berkelanjutan dan lestari agar dapat menjamin keberhasilan upaya konservasi dan pengelolaannya;
2.      Pengelolaan sumber-sumber perikanan harus menggalakkan upaya untuk mempertahankan kualitas, keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber-sumber perikanan dalam jumlah yang mencukupi untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang;
3.      Pengembangan armada perikanan harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya sesuai dengan kemampuan reproduksi demi keberlanjutan pemanfaatannya;
4.      Perumusan kebijakan dalam pengelolaan perikanan harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terbaik, dengan memperhatikan pengetahuan tradisional tentang pengelolaan sumber-sumber perikanan serta habitatnya;
5.      Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan, setiap negara dan organisasi perikanan regional harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) seluas-luasnya;
6.      Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif dan aman terhadap kelestarian lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman jenis dan populasinya;
7.      Cara penangkapan ikan, penanganan, pemrosesan, dan pendistribusiannya harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat mempertahankan nilai kandungan nutrisinya;
8.      Habitat sumber-sumber perikanan yang kritis sedapat mungkin harus dilindungi dan direhabilitasi;
9.      Setiap negara harus mengintegrasikan pengelolaan sumber-­sumber perikanannya kedalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir;
10.  Setiap negara harus mentaati dan melaksanakan mekanisme Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS) yang diarahkan pada penataan dan penegakan hukum di bidang konservasi sumber-sumber perikanan;
11.  Negara bendera harus mampu melaksanakan pengendalian secara efektif terhadap kapal-kapal perikanan yang mengibarkan benderanya guna menjamin pelaksanaan tata laksana ini secara efektif;
12.  Setiap negara harus bekerjasama melalui organisasi regional untuk mengembangkan cara penangkapan ikan secara bertanggungjawab, baik di dalam maupun di luar wilayah yurisdiksinya;
13.  Setiap negara harus mengembangkan mekanisme pengambilan keputusan secara transparan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan di bidang perikanan;
14.  Perdagangan perikanan harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip, hak, dan kewajiban sebagaimana diatur dalam persetujuan World Trade Organization (WT-0);
15.  Apabila terjadi sengketa, setiap negara harus bekerjasama secara damai untuk mencapai penyelesaian sementara sesuai dengan persetujuan internasional yang relevan;
16.  Setiap negara harus mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi melalui pendidikan dan latihan, serta melibatkan mereka di dalam proses pengambilan keputusan;
17.  Setiap negara harus menjamin bahwa segala fasilitas dan peralatan perikanan serta lingkungan kerjanya memenuhi standar keselamatan internasional;
18.  Setiap negara harus memberikan perlindungan terhadap lahan kehidupan nelayan kecil dengan mengingat kontribusinya yang besar terhadap penyediaan kesempatan kerja, sumber penghasilan, dan keamanan pangan;
19.  Setiap negara harus mempertimbangkan pengembangan budidaya perikanan untuk menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan.




Sasaran-Sasaran Penting Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) di Indonesia
1.      Fisheries management (pengelolaan perikanan)

a.         Memperhatikan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam merencanakan pemanfaatan sumberdaya ikan.
b.        Menetapkan kerangka hukum – kebijakan.
c.         Menghindari Ghost Fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang terbuang / terlantar.
d.         Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan Negara.
e.         Memperhatikan kelestarian lingkungan.

2.      Fishing operations (Operasi Penangkapan).
a.       Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih.
b.      Pengaturan sistem perijinan penangkapan.
c.       Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS).

3.      Aquaculture development (Pembangunan Akuakultur)
a.       Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya .
b.      Melindungi ekosistem akuatik.
c.       Menjamin keamanan produk budidaya.

4.      Integration of fisheries into coastal area management (Integrasi Perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir)
a.       Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya ikan di kawasan pesisir beserta tingkat pemanfaatannya.

5.      Post-harvest practices and trade (Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan).
a.       Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga sertifikasi.
b.      Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah.
c.       Mengembangkan perdagangan produk perikanan.
d.      Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen.

6.       Fisheries research (Penelitian Perikanan)
a.       Pengembangan penelitian.
b.      Pengembangan pusat data hasil penelitian.
c.       Aliansi kelembagaan internasional.


Kewajiban Mengikuti Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1.      Semua Negara yang memanfaatkan sumberdya ikan dan lingkungannya.
2.      Semua Pelaku Perikanan (baik penangkap dan prosesing).
3.      Pelabuhan-Pelabuhan Perikanan (kontruksi, pelayanan, inspeksi, dan pelaporan);
4.       Industri disamping harus menggunakan alat tangkap yang sesuai.
5.      Peneliti untuk pengembangan alat tangkap yang selektiv.
6.      Observer program (pendataan diatas kapal).
7.      Perikanan rakyat, perlu mengantisipasi dampak terhadap lingkungan dan penggunaan energi yang efisien.
Kewajiban Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) Yang Harus Dipenuhi Oleh :
1.      NEGARA
a.       Mengambil langkah precautionary (hati-hati) dalam rangka melindungi atau membatasi penangkapan ikan sesuai dengan daya dukung sumber.
b.      Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring, control, surveillance dan law enforcement .
c.       Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari.

2.      PENGUSAHA
a.       Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan perikanan (misalnya FKPPS).
b.      Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin pelaksanaan peraturan.
c.       Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas diatas kapal untuk para peneliti.

3.      NELAYAN
a.       Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara benar.
b.      Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan pengelolaan.
c.       Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama pengelolaan, dan berkoordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan perikanan.



JUKNIS PENANGKAPAN IKAN RAMAH LINGKUNGAN
Banyak teknologi yang digunakan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan termasuk di dalamnya lingkungan perairan. Lingkungan perairan ini menjadi korban dari ulah kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti pembuangan limbah rumah tangga maupun industri yang menyebabkan pencemaran. Kegiatan dibidang perikanan seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, racun dan alat-alat tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan juga merupakan salah satu faktor yang merusak lingkungan perairan. Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu perlu dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan agar kontribusinya terhadap ketersediaan nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Pengelolaan sumberdaya ikan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan operasi penangkapan ikan dan sasaran penangkapan ikan yang dilakukan. Usaha-usaha untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh berbagai ahli penangkapan ikan di seluruh dunia. Sebagai contoh, industri penangkapan ikan di Laut Utara telah melakukan berbagai usaha untuk mengurangi buangan hasil tangkap sampingan (by catch) lebih dari seratus tahun yang lalu.

Selain hal tersebut di atas, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu juga dilihat dari penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan yaitu dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Kedepan, trend pengembangan teknologi penangkapan ikan ditekankan pada teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (enviromental friendly fishing tecnology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan, kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Faktor lain adalah dampak terhadap bio-diversity dan target resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda.

Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan dimaksudkan sebagai acuan dalam penggunaan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari segi metode pengoperasian, bahan dan kontruksi alat, daerah penangkapan dan ketersediaan sumberdaya ikan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan. Sedangkan sasaran dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah nelayan perikanan dan semua pihak yang bergerak di bidang perikanan yang tersebar di seluruh perairan Indonesia agar mentaati/mematuhi peraturan yang berlaku dan dalam mengoperasikan alat tangkap dengan tetap menjaga lingkungan dan kelestarian sumberdaya Ikan.


Buku petunjuk teknis penangkapan ikan ramah lingkungan ini berisikan tentang alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan yang sesuai dengan kriterianya yaitu : 1) Memiliki selektifitas tinggi; 2) Hasil tangkapan sampingan rendah (by catch); 3) Hasil tangkapan berkualitas tinggi; 4) Tidak destruktif/merusak habitat/lingkungan; 5) Mempertahankan keanekaragaman hayati (biodiversity); 6) Tidak menangkap spesies yang dilindungi/terancam punah; 7) Pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan nelayan; dan 8) Tidak melakukan penangkapan di daerah terlarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar